KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puji ke
hadirat Allah SWT. Yang mana dengan Taufiq dan Hidayah serta Inayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah Akhlak
Tasawuf
yang sederhana ini.
Semoga shalawat dan salam senantiasa
dilimpahkan Allah SWT., kepada Nabi Muhammad Saw, seluruh keluarganya, para
sahabat, tabi’in, dan tabi’it-tabi’in, serta para pengikut setia Beliau hingga
akhir zaman.
Makalah ini membahas tentang factor-faktor yang mempenngaruhi pembentukan akhlak yang
dirangkum dari beberapa sumber, dengan maksud agar memudahkan Mahasiswa dalam
mempelajari materi perkuliahan
ini.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini,
bisa dijadikan sebagai pelajaran dan bermanfaat untuk kita semua, amin.
Bekasi, 12 April 2014
Penyusun
Irpan Maulana
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara
masalah pembentukan akhlak dan berbicara masalah tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai
pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah tujuan
akhlak. Menurut Muhammah athiyah al-abrasyi yang dikutip oleh Abudin Nata mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan
tujuan pendidikan islam. Demikian pula Ahmad D. Marimba bahwa tujuan utama pendidikan islam
adalah identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu menjadi hamba Allah,
yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama islam.
Sebagai
umat muslim kita harus senantiasa taat menjalankan perintah agama, yaitu dengan
menjalankan segala perintah Allah, serta meninggalkan apa-apa yang dilarang
oleh-Nya; di jaman sekarang ini, mungkin banyak diantara
kita yang masih kurang memperhatikan dan mempelajari akhlak. Yang perlu
diingat, bahwa Tauhid sebagai inti ajaran Islam yang memang seharusnya kita
utamakan,disamping mempelajari akhlak. Karena tauhid merupakan realisasi akhlak
seorang hamba terhadap Allah, seseorang yang bertauhid dan baik akhlaknya
berarti ia adalah sebaik-baiknya manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Akhlak
Ada
dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistik (kebahasaan), pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari
sudut pembahasan, akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang
menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan
perkataan khalaqun خَلْقٌ yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan خَالِقٌ yang
berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqun مَخْلُوْقٌ yang
berani yang diciptakan.
Ibnu
Athir menjelaskan bahwa:
Hakikat
makna khuluq itu, adalah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan
sifat-sifatnya), sedang khalqi merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka,
warna kulit, tinggi rendahnyaaa tubuh dan lain sebagainya).
Imam
al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
Akhlak
ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
(lebih dahulu).
Akhlak
adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana
berkombinasi mambawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal
akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).
Dari
beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa akhlak adalah
tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam
jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan
diangan-angankan lagi.
B. Pembentukan Akhlak
Pembentukan
akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha
pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan (muktasabah), bukan terjadi
dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk di
dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, dan
intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.
Akan
tetapi, menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk karena akhlak
adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak
lahir. Bagi golongan ini cendrung kepada perbaikan atau fitrah yang ada dalam
diri manusia dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung
pada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini maka akhlak akan tumbuh dengan
sendirinya, walaupun tanpa bentuk atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok
ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin ini tidak akan
sanggup mengubah perbuatan batin.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan akhlak
Menurut H. A.
Mustafa bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ada 6, yaitu
insting, pola dasar bawaan, lingkungan, kebiasaan, kehendak dan pendidikan.
1.
Insting
Definisi
insting oleh para ahli jiwa masih ada perselisihan pendapat. Namun perlu
diungkapkan juga, bahwa menurut james, yang dikutip oleh mustafa bahwa insting
ialah suatu alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan
dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan itu dan tiada dengan didahului
latihan perbuatan itu.
Pengertian
insting lebih lanjut ialah sifat jiwa yang pertama yang membentuk akkhlak, akan
tetapi suatu sifat yang masih primitif, yang tidak dapat lengah dan dibiarkan
begitu saja, bahkan wajib di didik dan di asuh. Cara mendidik dan mengasuh
insting kadang-kadang dengan ditolak dan kadang-kadang pula diterima.
Dengan demikian
insting itu berbeda-beda bagi manusia sebagai
kita katakan diata. Kadang-kadang seorang manusia diberi kekuatan dalam
suatu insting, dan diberi kelemahan dalam
insting lainnya. Demikian juga seorang telah kuat instingnya sedang lain
orang kelihatan lemah, dan begitu sebaliknya. Banyak dari pemuda-pemuda
mempunyai persediaan insting untuk menghasilkan keahlian dalam cabang kehidupan
yang beraneka warna. Keahlian ini akan dapat kelihatan apabila seorang dapat
memelihara keinginannya yang baik dan mengetahui cara bagaimana memberi
semangat dan memberi petunjuk yang seharusnya dikerjakan dang apa yang
seharusnya ditinggalkan. Sehingga matanglah insting-instingnya.
Macam-macam
insting :
a.
Insting menjaga
diri sendiri
b.
Insting menjaga
lawan jenis
c.
Insting merasa
taku
2.
Pola Dasar Bawaan
Pada awal perkembangan kejiwaan primitif, bahwa ada pendapat yang
mengatakan kelahiran manusia itu sama. Dan yang membedakan adalah faktor
pendidikan. Tetapi pendapat baru mengatakan tidak ada dua orang yang keluar di
alam keujudan sama dalam tubuh, akal dari akhlaknya.
Ada teori yang
mengemukakan masalah turunan, yaitu:
a.
Turunan
(pembawaan) sifat-sifat manusia.
Dimana-mana tempat orang membawa turunan dengan berbeda-beda sifat yang
bersamaan. Seperti bentuk, pancaindera, perasaan, akal dan kehendak. Dengan
sifat sifat manusia yang diturunkan ini, manusia dapat mengalahkan alam didalam
beberapa perkara, sedang seluruh binatang tidak dapat menghadapinya.
b.
Sifat-sifat
bangsa.
Selain adat kebiasaan tiap-tiap bangsa, ada juga sifat yang diturunkan
sekelompok orang dahulu kepada kelompok orang sekarang. Sifat-sifat ini ialah
menjadikan beberapa orang dari tiap-tiap bangsa berlainan dari beberapa orang
dari bangsa lain, bukan saja dalam bentuk mukanya bahkan juga dalam sifat-sifat
yang mengenai akal.
3.
Lingkungan
Lingkungan
ialah suatu yang melingkungi tubuh yang hidup. Lingkungan tumbuh-tumbuhan oleh
adanya tanah dan udaranya, lingkungan manusian ialah apa yang melingkungi dari
negeri, lautan, sungai, udara dan bangsa.
Lingkungan ada dua macam, yaitu:
a.
Lingkungan alam
Lingkungan alam
telah menjadikan perhatian para ahli-ahli sejak zaman plato hingga sekarang
ini. Dengan memberikan penjelasan-penjelasan dan sampai akhirnya membawa pengaruh.
Ibnu Chaldun telah menulis dalam kitab pendahuluannya. Maka tubuh yang hidup
tumbuhnya bahkan hidupnya tergantung pada keadaan lingkungan yang ia hidup
didalamnya. Kalau lingkungan tidak cocok kepada tubuh, maka tubu tersebut akan
lemah dan mati. Udara, cahaya, logam di dalam tanah, letaknya negeri dan apa
yang ada padanya dari lautan, sungai dan pelabuhan adalah mempengaruhi
kesehatan penduduk dan keadaan mereka yang mengenai akal dan akhlak.
b.
Lingkungan pergaulan
Sekolah, pekerjaan, pemerintah, syiar agama, ideal, keyakinan,
pikiran-pikiran, adat-istiadat, pendapat umum, bahasa, kesusastraan, kesenian,
pengetahuan dan akhlak. Pendeknya segala apa yang diperbuahkan oleh kemajuan
manusia.
Manusia dalam
masa kemundurannya lebih banyak terpengaruh dalam lingkungan alam. Apabila ia
telah dapat mendapat sedikit kemajuan, lingkungan pergaulanlah yang banyak
menguasainya, sehingga ia dapat mengubah lingkungan atau menguasainya atau
menyesuaikan diri kepadanya.
4.
Kebiasaan
Ada pemahaman
singkat, bahwa kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang terus sehingga
mudah dikerjakan bagi seseorang. Seperti kebiasaan berjalan, berpakaian,
berbicara, berpidato, mengajar dan lain sebagainya.
Orang berbuat baik atau buruk karena ada dua faktor dari
kebiasaan yaitu:
a. Kesukaan hati
terhadap suatu pekerjaan
b. Menerima
kesukaan itu, yang akhirnya menampikkan perbuatan, dan diulang terus menerus
Orang yang
hanya melakukan tindakan dengan cara berulang-ulang tidak ada manfaatnya dalam
pembentukan kebiasaan. Tetapi hal ini harus dibarengi dengan perasaan suka
didalam hati. Dan sebalikanya tidak hanya senang atau suka hati saja tanpa
diulang-ulang tidak akan menjadi kebiasaan. Maka kebiasaan dapat tercapai
karena keinginan hati dan dilakukan berulang-ulang.
5.
Kehendak
1. Pengertian
Suatu perbuatan
yang ada berdasar atas kehendak dan bukan hasil kehendak. Contoh berdasarkan
kehendak adalah menulis, membaca, mengarang atau berpidato dan lain sebagainya.
Adapun contoh yang berdasarkan bukan kehendak adala detik hati, bernafas dan
gerak mata.
Ahli-ahli
mengatakan bahwa keinginan yang menang adalah keinginan yang alamnya lebih kuat
meskipun dia bukan keinginan yang lebih kuat.
Keinginan yang
kuat desebut “roghbah”, lalu datang 4 azam atau niat berbuat. Azam ini ialah
yang disebut dengan kehendak kemudian diikuti dengan perbuatan.
2. Kehendak adalah
kekuatan
Kehendak adalah
suatu kekuatan dari beberapa kekuatan. Seperti uap atau listrik, kehendak ialah
kehendak manusia dan dari padanya timbul segala perbuatan yang hasil dari
kehendak, dan segala sifat manusia dan kekuatannya seolah olah tidur nyenyak
sehingga dibangunkan oleh kehendak. Maka kemahiran penggunaan, kekuatan akal
ahli pikir, kepandaian bekerja, kekuatan urat, tahu akan wajib dan mengetahui
apa yang seharusnya dan tidak seharusnya, kesemuanya ini tidak mempengaruhi
dalam hidup, bila tidak didorongkan oleh kekuatan kehendak, dan semua tidak ada
harganya bila tidak dirubah oleh kehendak menjadi perbuatan.
Ada dua macam
perbuatan atas kehendak yaitu: kadang menjadi pendorong dan kadang menjadi
penolak. Yakni kadang mendorong kekuatan manusia supaya berbuat, seperti
mendorong membaca, mengarang atau berpidato; terkadang mencegah perbuatan
tersebut, seperti melarang berkata atau berbuat.
3. Obat kehendak
Bagaimana juga
kehendak juga dapat sakit. Ada beberapa cara mengobatinya yaitu:
a.
Bila kehendak
itu lemah, dapat diperkuat dengan latihan. Sepeti tubuh dapat diperkuat dengan
gerak badan dan akal dengan penyelidikan yang dalam.
b.
Wajib bagi kita
jangan membiarkan kehendak kita lenyap dengan tiada ditanfidzkan menurut agama
kita, karena yang demikian itu akan melemahkan kehendak.
c.
Apabila
kehendak itu kuat tetapi penyakitnya di dalam menjuruskan ke arah dosa dan
keburukan. Maka obatnya dengan memperkenalkan jiwa, pada jalan-jalan yang baik
dan buruk dan ditambah keterangan dengan buah dan akibat kedua jalan itu, dan
menganjurkan supaya tunduk kepada maksud kebaikan dan mengelilingi jiwa dengan
apa yang menarik kebaikan sehingga ia menuju ke arah kebaikan.
4. Kebebasan berkehendak
Ahli filsafat
yunani setengahnya berpendapat bahwa
kehendak itu mereka dalam memilih, dan setengahnya berpendapat bahwa kehendak
itu terpaksa menjalani suatu jalan yang tidak dapat dilampauinya.
Ilmuan arab
berkata bahwa: manusia itu terpaksa dan tidak mempunyai kehendak yang merdeka,
bahkan kepastian itu yang menjalankan menurut apa yang digambarkannya. Dan
manusia itu seperti kapas dalam tipuan angin atau seperti kulit biji diatas
gelombang, tiada kehendak dan memilih, hanya Allah-lah yang berbuat menurut
kehendaknya.
Kedua faktor
ini mengendalikan kehendak yang menggambarkan baginya jalan untuk berbuat
sehingga dapat menebak apa yang akan dilakukan oleh manusia yang membentuk
akhlak.
6.
Pendidikan
Dunia
pendidikan, sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan prilaku akhlak
seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan, agar siswa memahaminya dan dapat
melakukan perubahan pada dirinya.
Dengan demikian, setrategis sekali, dikalangan pendidikan
dijadikan pusat perubahan perilaku yang kurang baik untuk diarahkan menuju ke
prilaku yang baik. Maka dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan, untuk bisa
dijadikan agen, perubahan sikap dan perilaku manusia, yaitu:
1. Tenaga pendidik
2. Materi pengajaran
3. Metodologis pengajaran
4. Lingkungan sekolah
D. Menurut Para Aliran
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umunya, ada tiga aliran
yaitu:
1.
Aliran Nativisme
Menurut aliran ini faktor yang
paling berpengaruhi terhadap diri seseorang adalah faktor bawaan dari dalam
yang bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat, dan akal. Jika seorang telah
memiliki bawaan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut lebih
baik. Aliran ini begitu yakin terhadap potensi batin dan tampak kurang
menghargai peranan pembinaan dan pendidikan.
2.
Aliran Empirisme
Menurut aliran ini faktor yang
paling berpengaruhi terhadap pembentukan diri seorang adalah faktor dari luar,
yaitu lingkugan sosial; termasuk pembinaan dan
pendidikan yang diberikan. Jika penddidikan dan pembinaan yang diberikan kepada
anak itu baik, maka baiklah anak. Demikian jika sebaliknya. Aliran ini begitu
percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan penjajahan.
3.
Aliran Konvergensi
Menurut aliran ini faktor yang
paling mempengaruhi pembentukan akhlak yakni faktor internal (pembawaan) dan
faktor dari luar (lingkungan sosial). Fitrah dan kecendrungan ke arah yang
lebih baik yang dibina secara intensif secara metode.
Aliran ini sesuai dengan ajaran
Islam. Hal ini dapat dipahami dari hadits di bawah ini.
كل مولود يولد على الفطرة فأبواه
يهوّدانه او ينصّرانه او يمجّسانه (رواه البخاري)
Artinya: setiap anak yang
dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah (rasa ketuhanan dan kecendrungan
kepada kebenaran). Maka kedua orang tuanya yang membentuk anak itu menjadi
yahudi, Nasrani, atau majusi. (HR. Bukhori).
Dari hadits tersebut di atas menunjukkan dengan
jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan adalah kedau orang tua.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian
diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pembinaan
akhlak di anak ada dua, yaitu faktor dari dalam yaitu potensi fisik,
intelektual dan hati yang dibawa si anak dari sejak lahir, dan faktor dari luar
yang dalam hal ini adalah kedua orang tua dirumah, guru disekolah, dan
tokoh-tokoh serta pemimpin dimasyarakat. Melalui kerja sama yang baik anatar
tiga lembaga pendidikan tersebut, maka aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak. Dan inilah yang
selanjutnya dikenal dengan istilah manusia seutuhnya.
DAFTAR
PUSTAKA
v Ahmad, Imam S, Tuntunan
Akhlaqul Karimah (Jakarta: LEKDIS)
v Moh. Amin, Drs. Pengantar Ilmu
Akhlaq (Surabaya: EXPRESS)
v Mustofa. A. Drs. H. Akhlak
Tasawuf (Bandung CV. Pustaka Setia)
v Nata. MA, Abuddin, Prof. Dr. H, Akhlak
Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar